BAGAIMANA BIKIN PROGRAM UNTUK TIM YANG KONDISI LATIHANNYA TIDAK IDEAL? (Bagian 1)

Bahan Diskusi Online Kelompok Pelatih Alumni DBL Camp 2017

Itu pertanyaan pokoknya, dilanjutkan penjelasan penanya “Kan kalo melatih tim regional/ daerah tapi pemainnya masih ada latihan dan pertandingan untuk tim sekolah, kampus atau klub, kan program jadi terganggu. Beda halnya jika melatih tim untuk liga pro, kan pemain-pemainnya fokus sehingga program bisa jalan penuh. Gimana tuh cara bikin program dan pelaksanaannya? Lalu yang sering dialami banyak pelatih nih, kalo misalnya timnya nih dibentuk dadakan, waktu latihan hanya beberapa minggu, kita harus bagaimana?”

Ha… ha… ha… yang topik bagus dari coach Muflih Farhan yang sebenarnya tahu persis apa jawabannya. Tapi untuk bahan sharing dan diskusi ya boleh lah, asik juga.

Ada 2 situasi nih.

–  Pertama, program untuk tim regional/ daerah yang pemainnya banyak acara sehingga sesi latihan banyak terganggu.

–  Kedua, tim regional/ daerah yang dibentuk dadakan, waktunya latihan pun hanya beberapa minggu.

Baik, saya akan menyampaikan pendapat saya. Kedua situasi itu punya jawaban serupa. Ada asumsi kesamaan namun juga ada perbedaan pada aspek FITT:

  1. time/ durasi dan, situasi 1 punya time/ durasi latihan per sesi yang lebih panjang, situasi 2 lebih singkat.
  2. frekuensi latihan, situasi 1 punya frekuensi latihan lebih banyak pada periode latihan lebih lama namun terputus-putus, situasi 2 lebih sedikit.

Antara situasi 1 dan 2 ada perbedaan dalam hal:

  1. tipe dan
  2. intensitas latihan.

Ok, kita bahas satu-satu ya.

Kita ulas dikit kondisi ideal, yaitu waktu dan sumberdaya lainnya tersedia dengan cukup. Nanti yang kita mau dalami bukan ini, tetapi sebagai pembanding perlu kita ulas dikit.

GAMEPLAN

Gameplan adalah kata kunci pertama. Untuk bagaimana pun kondisi sebuah tim, tugas utama dan pertama seorang pelatih adalah menyusun gameplan setelah sungguh-sungguh mengenali 4 komponen prestasi pada masing-masing pemainnya.

Di sini kita bicara perencanaan latihan, isinya tentang practice plan. Dalam hierarkinya, practice plan itu breakdown dari gameplan. Yang kita latih itu kan practice plan yang berisi 4 komponen prestasi yang terdiri dari fisik, teknik, strategi, mental.

Jika menemui hambatan batasan waktu latihan, maka logika kita akan langsung memilih fokus latihan ke strategi, untuk bola basket ya berkaitan dengan teamwork.

Latiham teamwork bagaimana yang akan dipilih? Ya tergantung pilihan coach tentang gameplan. Tapi apa benar hanya latihan teamwork strategy yang akan jadi pilihan? Bagaimana kondisi fisik, teknik dan mental? Tidak, bukan hanya latihan strategi untuk teamwork.

KONDISI IDEAL

Pada kondisi ideal, sebuah gameplan akan di-breakdown ke practice plan yaitu dengan materi latihan sesuai komponen prestasi, pre-requirement apa yang diperlukan untuk gameplan ya sesuai dengan pilihan pelatih. Apa dasar pilihan pelatih, pertama pengetahuannya terkait pengalaman, ilmu, filosofinya, ketersediaan data, dan instinctive decision making (instink bisa terkait pengalaman, bisa juga tidak. Tetapi pengalaman mempertajam instink. Pengambilan keputusan berdasarkan instink seringkali bertentangan dengan fakta statistikal).

Pada kondisi ideal, akan ada tes dan pengukuran pendahuluan tentang bagaimana kapasitas dan kualitas dari keempat komponen prestasi.

  1. fisik atletnya (dengan measurement/ pengukuran fisik),
  2. teknik individual (dengan instrumen test/ uji skill teknis baik absolut, normatif atau relatif),
  3. kemampuan kerjasama yang ada pada individual untuk menjalankan strategi (dengan instrumen test/uji skill & knowledge normatif), dan kemampuan kerjasama yang ada pada tim untuk menjalankan strategi (test absolut).
  4. mental toughness (dengan uji respon/ skala psikologis normatif).

Itu jika keadaan normal, punya waktu dan sumberdaya cukup. Setelah memiliki data itu, si pelatih akan harus memiliki data scouting calon tim lawan dan melakukan analisis sebelum menentukan gameplan. Setelah semua data ada, pelatih masih melakukan lagi analisis SWOT factors.

Faktor inside the team, terdiri dari Strength (Kekuatan kita) dan Weakness (Kelemahan kita).

Faktor outside the team, terdiri dari Opportunities (yaitu peluang, sesuai dengan Weakness lawan) dan Threats (yaitu ancaman, sesuai dengan Strength lawan).

Jika faktor Strength kita tepat sesuai dengan Weakness-nya lawan, buat pelatih ini yang paling enak. Ini yang namanya big opportunity.

Jika Strength kita sesuai dengan strength-nya lawan, PR kecil nih buat pelatih.

Jika Weakness kita tepat sesuai dengan Strength lawan, ini namanya ancaman, big Threats dan PR besar buat pelatih.

Jika Strength dan Weakness kita berbeda dengan Strength dan Weakness lawan, akan terjadi perang kreativitas antar pelatih.

Dengan data-data dan analisis itulah disusun sebuah gameplan, lalu berlanjut dengan perencanaan latihan berbentuk program periodisasi untuk menempatkan practice plan mana pada periode mana. Jika kita mendalami beberapa sistem, maka umumnya terdiri dari 3 bagian pokok. Pertama peningkatan kapasitas dasar (umumnya berkaitan dengan kapasitas fisik yang berhubungan dengan health related fitness), kedua konversi (umumnya berkaitan dengan teknik, resistensi dan kapasitas fisik yang berhubungan dengan skill related fitness), ketiga pematangan kualitas komponen prestasi, fase siap tanding hingga super-kompensasi, peaking (umumnya berkaitan dengan mental dan strategy, konsistensi, biomotorik, peningkatan kapasitas sistem energi dan recovery).

health-related-fitness-7-638

KONDISI TIDAK IDEAL 1

Tapi jika keadaan tidak mengungkinkan, maka metode penentuan gameplan yang lebih praktis yaitu dengan statistik, seperti yang pernah diajarkan dan dikuasai dengan baik oleh Coach Mbing. Berdasarkan statistik pemain yang lengkap, kita bisa mengenali secara mendalam “Prestasi”, “Specificity”, untuk nantinya menjadi ukuran kekuatan dan kelemahan kalau dikaitkan dengan kebutuhan tim sesuai dengan gameplan. Jika tidak dikaitkan dengan gameplan, maka tidak ada yang namanya kelebihan dan kekurangan, yang ada hanya individual statistical factual score. Jika menyangkut skala mental, kata individual diganti dengan personal.

Tapi penggunaan medode berdasarkan stastistik ini untuk penyusunan gameplan punya kelemahan, yaitu:

Pertama, apakan sistem pencatatan statistik pemain-pemain kita sudah ada dan cukup? Perihal data availability dan data adequacy untuk statistik. Setahu saya tidak, kecuali yang berbasis data yang diperoleh dari scoresheet setelah pertandingan).

Kedua, apa yang dianalisis pada sistem pendekatan berdasarkan metode statistis “mengabaikan” bagaimana ukuran kapasitas dan kualitas fisiknya, tekniknya, strategi (tidak memperhitungkan teamwork, support teman satu tim) dan kapasitas mental. Yang dilihat semata-mata hanya prestasi faktual dan kalkulasi prestasi yang tercatat. Kecuali jika pada keadaan tertentu, ada scouting dan tracking khusus terhadap si pemain (biasanya ini hanya ada pada pemain yang menonjol saja, yang kata Bill Russel tuh, pemain yang kehadirannya langsung mempengaruhi atmosfer lapangan).

Jika perekaman data itu tidak available atau tidak adequat, maka kita berada di kondisi tidak ideal 2.

KONDISI TIDAK IDEAL 2

Pada kondisi ini, kita hanya disodori pemain yang si pelatih tahu persis kapasitas dan kualitas komponen prestasinya yaitu fisik, teknik, strategi dan mental karena para pemainnya adalah anak didiknya sendiri. Jadi tidak masalah, karena memiliki data yang cukup mengenai komponen prestasi anak didiknya sendiri (sdh hapal ya 4 komponen prestasi tadi, dikit2 kita kembali ke situ, he he he…).

Jika para pemain pada tim kebanyakan bukan anak didiknya sendiri, maka bagi yang sering nonton tim lain dan melakukan scouting meski kasat mata, setingkat observasi saja, si pelatih akan cukup mengenali komponen prestasi pemain yang dikenalinya itu sehingga memiliki data yang cukup untuk menyusun gameplan.

Tetapi jika tim terdiri dari pemain yang bukan anak didiknya, dan para pemain dipilih oleh orang lain, bukan oleh si pelatih yang akan menyusun gameplan, jika si pelatih memaksakan untuk membuat gameplan maka hasilnya gameplan tebak-tebakan. Ini yang katanya coach Wahyu Budi, “Mesti banyak-banyak berdoa” ya semoga saja gameplan-nya tepat, sehingga practice plan pun tepat, sehingga hasil latihan pun pas. Tetapi jika tidak, maka kita berada di kondisi tidak ideal 3.

KONDISI TIDAK IDEAL 3

Situasi ini sering lho terjadi. Misalnya seorang pelatih dengan nama besar, secara mendadak dan tidak diberi waktu seperti KONDISI IDEAL untuk membangun tim, maka sehebat apa pun si pelatih, kondisinya adalah KONDISI TIDAK IDEAL 3. Sehingga harus banyak-banyak berdoa. Kalau ia ingin memperbaiki situasi, minta data yang banyak, membangun relasi yangbaik dengan para pelatih dari para pemain yang ada di timnya, maka bisa saja kondisinya membaik jadi KONDISI TIDAK IDEAL 2. Dan jika ia ingin lebih baik lagi, dan mujur karena sistem pencatatan individual pemain tersedia lengkap, maka kondisinya membaik jadi KONDISI TIDAK IDEAL 1. Lantas ketika kemudian lembaga yang menunjuk si pelatih mendengar doa si pelatih, lalu memberinya waktu yang cukup untuk melakukan tes dan pengukuran bagiu semua pemain, lalu sempat melakukan scouting dan tracking tim sendiri serta seluruh calon tim lawan, lalu memberinya keleluasaan untuk membongkar pasang pemain sesuai gameplan yang matang, tambah lagi waktu yang panjang untuk melatih dan menjalankan program periodisasi, (dinaikkan pula gajinya) maka doanya terjawab sehingga si pelatih berada pada KONDISI IDEAL.

Akan tetapi jika ia gagal memperbaiki kondisinya dari KONDISI TIDAK IDEAL 3, 2, 1 hingga kondisi ideal, dan doa-doanya tidak terjawab maka apa yang akan dilakukan si pelatih? Saran saya, mundur aja. Jangan nekat. Beritahukan pada lembaga yang menunjuknya agar menyerahkan kursi pelatih kepada pelatih yang tahu persis secara terukur bagaimana 4 komponen prestasi para pemain dan tim. Dengan demikian si pelatih tahu harus berbuat apa. Ia bisa menyusun sebuah gameplan yang rasional dan realistis, sehingga bisa menyusun practice plan yang realistis pula.

PRACTICE PLAN

Practice plan ata kunci kedua. Practice plan akan sangat panjang pembahasannya jika kita bahas untuk semua kondisi, sehingga sesuai pembicaraan awal tadi, saya ditugaskan memberikan 3 alternatif untuk dibahas pada diskusi kita nanti.

Practice plan itu terjemahannya nanti adalah sebuah program, apakah program dengan periodisasi lengkap, bagaimana FITT-nya? Itu akan harus disesuaikan dengan gameplan dan kondisinya.

Silakan pilih nih, apakah kita akan membahas practice plan untuk KONDISI IDEAL, KONDISI TIDAK IDEAL 1, 2, ATAU 3? Nanti itu yang akan kita diskusikan Jumat depan ya.

Ayo, silakan dipilih ya teman-teman pelatih.

Tulisan ini nantinya bersambung ke bagian 2, setelah diskusi selesai dan ada masukan dari kawan-kawan pelatih. Tengkiyu.

9 Mey 2020

Jadi Point Guard dan Playmaker Andalan

Point Guard, salah satu posisi yang paling didambakan anak-anak basket di manapun. Siapa yang tidak ingin jadi jenderal di lapangan, memimpin tim, disegani lawan manapun, dihormati teman-teman dan dikagumi para penggemarnya?

Pada tulisan kali ini, saya akan coba mengulas topik ini karena banyak sekali pertanyaan mengenai hal ini. Pada tulisan kali ini, juga dilengkapi dengan beberapa video tutorial yang tersedia di link youtube Coach Moses. Bahkan secara khusus baru dibuatkan sebuah playlist yang berisi sejumlah video tutorial khusus untuk membimbing anak-anak basket yang ingin menjadi point guard atau playmaker andalan.

Playlist ini berjudul “LATIHAN KHUSUS POINT GUARD & PLAYMAKER”, silakan klik link tersebut untuk membukanya. Playlist tersebut berisi 26 materi latihan dasar.

Salah satu video dalam playlist tersebut adalah “5 DRILL LATIHAN KHUSUS POINT GUARD PLAYMAKER”, yang berisi petunjuk tentang 5 drill penting untuk menjadi seorang Point Guard (PG) dan Playmaker (PM) andalan.

Ke5 drill itu adalah:

1. Latihan Ball Control & Footwork

InShot_20200512_045402490

Ball control yang mapan harus didukung oleh footwork yang baik dan mapan pula. Itulah tujuan utama drill ini. latihan pendahulu untuk drill ini adalah agility ladder training, penguatan otot inti, ballhandling dan sprint.

2. Latihan Ball Control & One Handed Quick Pass

InShot_20200512_045325296

Passing yang akurat dan cepat adalah hasil akhir yang diharapkan dari drill ini. Seringkali untuk melakukan passing yang cepat memerlukan skill khusus satu tangan yang mau tak mau harus didahului oleh kemampuan ball control yang baik.

Latihan pendahuluan yang diperlukan untuk drill ini adalah ballhandling, baseball pass, push up dan dip up.

3. Latihan One Handed Quick & Power Pass

InShot_20200512_045251288

Drill yang ke3 ini adalah peningkatan dari drill ke2. Penambahan dalam hal kecepatan dan kekuatan. Latihan penguatan otot inti, lengan, bahu, dada dan kaki menjadi kunci keberhasilan latihan ini.

4. Latihan Vision, Coordination & Reaction Time

InShot_20200512_045214833

Setelah sekitar 12 kali latihan untuk menyelesaikan drill 1, 2 dan 3, anak-anak kembali diberikan latihan untuk mempertajam visi, koordinasi gerak dan reaction time. Drill ke4 ini merupakan latihan khusus yang ditujukan pada sistem neuro-muscular. Bola yang digunakan 3 macam, yaitu bola basket, bola tenis dan bola golf (bisa diganti bola pingpong) yang berbeda ukuran, berat dan warnanya.

5. Latihan Vision, Ballhandle & Reaction Time

InShot_20200512_045135126

Pada drill ke5, masih untuk menajamkan visi, biasanya bukan hanya menggunakan 2 bola basket. Pada kelanjutannya menggunakan sampai 3 bola untuk memastikan kapasitas ball feel anak-anak sudah mapan.

Ke5 drill itu berisi latihan skill dasar untuk PGPM. Apakah 5 dril itu sudah cukup, tidak. Drill itu hanya untuk kapasitas skill (agility, balance, speed, coordination, reaction time & power) teknik (dribel, passing, ball control, visi, footwork & movements), mengarah ke pembentukan kualitas teknis dasar terpenting untuk menjadi seorang PGPM.

Apa sih kualitas dasar untuk menjadi seorang PGPM andalan? Kita akan mengupasnya dengan pendekatan 4 komponen prestasi, yaitu fisik, teknik, taktik, dan mental.

  1. Fisik, seorang PGPM minimal harus memiliki endurance yang membuatnya mampu berlari dinamik bercampur gerak main basket selama 4 quarter (60 menit bersih, biasanya jadi 120 menitan kotor), mampu lari sekurangnya 15 km, melompat sekitar 300 kali. Memiliki kekuatan tubuh untuk menahan benturan, melompat dan berebut bola. Memiliki kecepatan dalam melakukan gerakan yang berubah-ubah arah maupun tempo. Memiliki kelenturan, keseimbangan, koordinasi, akurasi, reaksi, dan kelincahan.
  2. Teknik. Seorang PGPM dituntut memiliki teknik dribel dan olah bola yang sangat baik, menguasai aneka jenis passing dan mampu melakukannya dengan kuat, cepat dan akurat, memiliki akurasi shooting dan drive, serta visi bermain yang istimewa.
  3. Strategi. Seorang PGPM tak ubahnya representasi pelatih sendiri. Ia harus menguasai seluruh taktik dan strategi yang diberikan pelatih. Ia dituntut tahu persis gameplan apa yang akan diterapkan pada pertandingan mana, situasi bagaimana dan perubahan-perubahan atau inisiatif apa yang harus dilakukan jika ada masalah di lapangan.
  4. Mental. Otak dan daya pikir adalah aset terbesar seorang atlet, apa pun cabang olahraganya.  Agar daya pikirnya kuat dan senantiasa bekerja dengan baik, harus dimiliki stabilitas mental. Perlu mentalitas khusus agar seorang pebasket memenuhi syarat menjadi PGPM. Dewasa, tenang, tidak mudah panik, marah atau menyesal berlebihan. Tangguh, tidak mudah menyerah, sikap positif, optimis, penuh respek dan sportif, supportif, dan kualitas terlangka yaitu kepemimpinan.  faktor lain yaitu pengalaman dan wawasan, keduanya akan membentuk istilah populer basketball IQ.

Sebegitu beratkah persyaratan untuk menjadi seorang PGPM? Ya, jika mau lengkap ya seperti itulah idealnya. Itulah sebabnya, Point Guard dan Playmaker itu langka.

Dalam pengalaman saya, belum tentu dari 100 anak kita bisa dapatkan 1 bibit pemain berkarakter point guard dan playmaker ideal.

Faktor terlangka secara teknis adalah visi bermain dan secara mental yaitu kepemimpinan dan basketball IQ.  Itulah sebabnya, dalam melatih saya selalu memasukkan aspek visi bermain sebagai latihan fundamental. Sedangkan kepemipinan? Itu seperti pertanyaan retorik tentang pemimpin, “Apakah pemimpin dilahirkan atau dibentuk?”

Nature or nurture? Pendapat saya, kombinasi antara keduanya. Tidak bisa semata-mata nature dan tidak hanya nurture. Sulit sekali untuk bisa menemukan kembali kualitas point guard dan playmaker seperti Mario Wuysang atau Dimas Muharri. Uniknya lagi, point guard yang baik hanya bisa dilatih oleh seorang point guard yang baik pula, ha ha ha… bukannya tidak bisa sama sekali, tapi lihat saja anak didik seorang mantan shooter, bagaimana kualitas shooting anak didiknya dibanding pemain yang dilatih bukan shooter. Jika point guard playmaker dilatih oleh seorang point guard pula, ada aspek-aspek yang memang hanya dipahami dan diajarkan oleh seorang point guard sendiri. Baik sekali jika Mario Wuysang mau turun melatih seperti halnya Dimas Muharri dengan DBL Academy-nya. Semoga saja.

Kesulitan melatih PGPM bukan hanya teknis, tapi terletak pada pemberian minute play yang cukup untuk pemula. Karena vitalnya peran point guard dalam pertandingan, riskan juga bagi pelatih untuk memasang PGPM minim pengalaman pada pertandingan penting penuh pressure, sedangkan situasi semacam itulah yang paling diperlukan untuk pematangannya. Memang pelatih perlu keberanian untuk mematangkan pemain mudanya.

Sekian dulu, terimakasih.